Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Menurut Anton M. Moeliono, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat
diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang
disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia
yang baik dan benar, sebaliknya, mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus
memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
Bahasa yang baik dan benar itu
memiliki empat fungsi :
1)
Fungsi pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa
dengan mengatasi batas-batas kedaerahan;
2)
Fungsi penanda kepribadian yang menyatakan identitas
bangsa dalam pergaulan dengan bangsa lain;
3)
Fungsi pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan
yang terpelajar; dan
4)
Fungsi sebagai kerangka acuan tentang tepat tidaknya dan
betul tidaknya pemakaian bahasa.
Keempat fungsi bahasa yang baik dan benar itu
bertalian erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut :
1)
Fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai penanda
kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan orang terhadap bahasa itu;
2)
Fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap
kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa itu; dan
3) Fungsi
sebagai kerangka acuan berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan
yang baku layak dipatuhi agar ia jangan terkena sanksi sosial.
Berdasarkan
paparan di atas maka dapat disimpulkan, berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar adalah menggunakan bahasa Indonesia yang memenuhi norma baik dan benar.
Norma yang dimaksud adalah “ketentuan” bahasa Indonesia, misalnya tata bahasa,
ejaan, kalimat, dsb.
Satuan bahasa yang secara relatif
dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari
klausa (Cook, 1971: 39-40) dalam (Tarigan, 1983: 5). Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran
yang utuh. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun
tertulis harus memiliki S dan P (Srifin dan Tasai, 2002: 58). Kalimat adalah
satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir
naik dan turun (Ramlan, 1981:6).
Kalimat pendek menjadi panjang atau berkembang karena
diberi tambahan-tambahan atau keterangan-keterangan pada subjek, pada predikat,
atau pada keduanya (Wijayamartaya, 1991: 9).
Dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah
satuan gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang
menunjukkan bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap). Sehingga studi kalimat
dianggap sangat penting dilakukan untuk mencapai kemahiran berbahasa atau
mengarang. Unsur terkecil dalam berbahasa sehari-hari adalah kalimat bukan
kata-kata. Kata-kata hanya, menjadi unsur dalam kalimat. Kalau pada suatu waktu
waktu pemakai bahasa berurusan dengan aneka bentuk kata maka hal ini dilakukan
karena berkaitan dengan proses pembentukan kalimat. Dengan kalimat-kalimatlah
kita melakukan kegiatan tukar-menukar pikiran dengan orang lain.
Bahasa yang baik, benar, dan tepat
pada hakikatnya terwujud pada pembentukan atau pemakaian kalimat. Kita yang
ingin mahir berbahasa (mengarang) hendaknya terlebih dahulu memiliki kecakapan
menentukan ujaran (bentuk ketatabahasaan) yang berkriteria kalimat dan yang
bukan kalimat. Kemampuan mengenal dan menggunakan berbagai ragam kalimat yang
ada dalam bahasa patut
dimiliki.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar, makalah ini disusun dengan mengangkat
tema tentang tata kalimat. Makalah ini akan membahas pengertian kalimat,
alat-alat dan unsur-unsurnya, serta jenis-jenis kalimat.